Amara Raksasatya
dalam Islamy (2002:17) mengemukakan bahwa kebijaksanaan adalah suatu taktik
atau strategi tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu
kebijaksanaan memuat 3 (tiga) elemen, yaitu 1) Identifikasi dari tujuan yang
ingin dicapai; 2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai
tujuan yang diinginkan; dan 3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan
pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Pendapat
tersebut dipertegas oleh Patton dan Savicky dalam Nugroho (2004:84) menjelaskan
bahwa : “Analisa kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya
sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali, atau kebijakan yang
baru sebagai konsekuensi dari kebijakan yang sudah ada.”
Dalam analisis
kebijaksanaan, terdapat beberapa prosedur umum yang harus dilalui oleh seorang
analis. Dunn dalam Darwin
(2003:34) mengemukakan prosedur umum tersebut :
1. Peliputan
(deskripsi), memungkinkan kita menghasilkan informasi mengenai sebab dan akibat
kebijaksanaan di masa lalu;
2. Peramalan
(prediksi), memungkinkan kita menghasilkan informasi mengenai akibat
kebijaksanaan di masa mendatang;
3. Evaluasi
(evaluasi), adalah pembuatan informasi mengenai nilai atau harga dari
kebijaksanaan di masa lalu dan di masa mendatang;
4. Rekomendasi
(preskripsi), memungkinkan kita menghasilkan informasi mengenai kemungkinan
bahwa arah tindakan di masa mendatang akan menimbulkan akibat-akibat yang
bernilai.
Nugroho dalam
bukunya Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi (2004:85)
mengemukakan, “peran analis kebijakan
adalah memastikan bahwa kebijakan yang hendak diambil benar-benar dilandaskan
atas manfaat optimal yang akan diterima oleh publik, dan bukan asal
menguntungkan pengambil kebijakan.” Oleh karenanya seorang analis kebijakan
perlu memiliki kecakapan-kecakapan sebagai berikut :
1. Mampu
cepat mengambil fokus pada kriteria keputusan yang paling sentral;
2. Mempunyai
kemampuan analisis multi-disiplin, jika pun tidak, mampu mengakses kepada
sumber pengetahuan di luar disiplin yang dikuasainya;
3. Mampu
memikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang dapat diambil;
4. Mampu
menghindari pendekatan toolbox (atau textbook) untuk menganalisis
kebijakan, melainkan mampu menggunakan metode yang paling sederhana namun tepat
dan menggunakan logika untuk mendesain metode jika metode yang dikehendaki
memang tidak tersedia;
5. Mampu
mengatasi ketidakpastian;
6. Mampu
mengemukakan dengan angka;
7. Mampu
membuat rumusan masalah yang sederhana namun jelas;
8. Mampu
memeriksa fakta-fakta yang diperlukan;
9. Mampu
meletakkan diri pada posisi orang lain (empati), khususnya sebagai pengambil
kebijakan dan publik yang menjadi konstituennya;
10. Mampu untuk
menahan diri hanya untuk memberikan analisis kebijakan, bukan keputusan.
11. Mampu tidak
saja mengatakan “ya” atau “tidak” pada usulan yang masuk, namun juga mampu memberikan
definisi dan analisa dari usulan tersebut;
12. Mampu
menyadari bahwa tidak ada kebijakan yang sama sekali benar, sama sekali
rasional dan sama sekali komplit;
13. Mampu
memahami bahwa ada batas-batas intervensi kebijakan publik;
14. Mempunyai
etika profesi yang tinggi.